INDOJATIPOS.COM, Kerinci– Dari enam lokasi galian C yang dilapor sejumlah LSM, dua diantaranya ternyata lokasi yang diklaim memiliki izin. Lantas, ada indikasi apa yang membuat dua galian C ini ikut dilapor ke Polres Kerinci ?
Ketua Umum LSM Geransi, Arya Candra, saat ditanya dua galian C yang memiliki izin tersebut, membenarkan masuk dalam laporan Geransi ke Polres Kerinci. Dua lokasi tersebut adalah milik Putra Apri Remon dan Ramli Umuar (Can Alias Pak Torik Pengelola).
Dia menjelaskan, dua lokasi tersebut juga sudah pernah didatangi tim Dittipiter Mabes Polri sekitar akhir April lalu. Namun pada saat itu, belum masuk laporan. Setelah adanya penetapan tersangka beberapa waktu lalu, maka sekarang giliran dua galian C ini yang dilapor bersama 4 lokasi lainnya.
“Kita apresiasi Kepolisian dalam penetapan 7 tersangka terkait galian C beberapa waktu lalu. Namun untuk lokasi galian C yang lain juga perlu diproses,” terangnya.
Terkait lokasi milik Putra Apri Remon dan Ramli Umuar, lanjut dia, memiliki indikasi yang sama. Untuk lokasi milik Putra Apri Remon, berdasarkan data investigasi lapangan, izin usaha pertambangan tersebut sudah berakhir pada 20 Juni 2021. Namun, sampai saat ini masih terus beroperasi melakukan penambangan dan penjualan material.
“Selain izin telah habis, aktivitas penambangan juga telah keluar dari koordinat atau zona yang diizinkan,” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, dengan aktivitas pertambangan tersebut tentu sudah keluar dari aturan dan ketentuan. Ditambah lagi, hasil galian juga dipasok ke PLTA, dikhawatirkan PLTA ikut terbawa masalah karena menampung hasil pertambangan yang bermasalah.
Sedangkan untuk lokasi milik Ramli Umar, kata dia, juga terindikasi melakukan penambangan diluar titik koordinat yang ditentukan. Padahal, dalam izin yang dikeluarkan sudah tertera batasan koordinat yang boleh dimanfaatkan sebagai lokasi pertambangan.
“Itu hasil investigasi kita di lapangan dengan data yang kita miliki. Bahkan saat ini pemilik sedang mengajukan pengurusan IUP, jika demikian maka disinyalir aktivitas selama ini tanpa IUP alias illegal,” katanya.
Ditambahkannya, selain persoalan tersebut, kedua lokasi galian tersebut juga memberi dampak buruk terhadap lingkungan, karena tidak terdapat pengendalian lingkungan atau proses limbah hasil galian. Sehingga limbah galian mencemari sungai dan berdampak pada kerusakan lingkungan.
“Setiap pertambangan itu wajib memperhatikan dampak lingkungan. Limbah hasil galian harus ada proses pengendapan sebelum sampai ke sungai, tapi di lokasi ini malah itu tidak dilakukan,” terangnya.
Arya berharap, aparat penegak hukum (APH) dapat mengusut permasalahan tersebut, karena pertambangan tidak cukup hanya bermodal izin saja. Akan tetapi kewajiban memelihara lingkungan itu lebih penting.
“Kita yakin dan percaya, Polres Kerinci dapat memproses kedua lokasi galian V tersebut. Sehingga kedepan, jika ada usaha pertambangan yang beroperasi, pengelolaan lingkungan wajib ada dan sesuai ketentuan,” terangnya.(rco)