Oleh:Dio Kharisma Putra Mahasiswa Administrasi Publik (UNAND)
Pemilihan umum yang disingkat pemilu menjadi sangat dekat hubungannya dengan masalah politik dan pergantian pemimpin. Dilansir dari situs resmi Komisi Pemilihan Umum, dalam sebuah negara demokrasi, pemilu merupakan salah satu pilar utama dari proses akumulasi kehendak masyarakat.
Pemilu merupakan proses demokrasi untuk memilih pemimpin. Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pengertian pemilihan umum diuraikan secara detail. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Dengan kata lain, pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dan merupakan lembaga demokrasi.
Pemilu merupakan sarana pelaksanaan sistem demokrasi yang merupakan jembatan untuk menghubungkan suara rakyat sebagai pemilik kedaulatan dalam memilih seseorang untuk dijadikan wakilnya atau sebagai pemimpinnya.
Partisipasi politik merupakan tolak ukur keberhasilan sistem demokrasi, dan pemilu merupakan sarana untuk menentukan siapa yang akan duduk dalam pemerintahan. Akibatnya, partisipasi pemilih yang merupakan salah satu komponen keberlangsungan demokrasi juga akan berdampak pada siapa yang akan memenangkan pemilu dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Masyarakat memiliki peran penting untuk menyeleksi pejabat negara yang pantas duduk di kursi pemerintahan. Peran penting ini juga tentu dibebankan pada generasi milenialyakni para kaum muda yang lahir pada tahun 1981-1996.Peran kaum milenial selain memiliki hak suara juga dapat mengawasi proses berlangsungnya pemilu di TPS. Kawula muda bisa membantu memastikan tidak ada kecurangan di TPS, termasuk mengutak-atik proses pencoblosan.
Bawaslu tidak bisa bekerja sendiri, oleh karena itu bisa dikatakan untuk ikut mengawal pemilu 2024, Bawaslu membutuhkan bantuan anak muda atau generasi milenial. Kaum milenial harus mampu mengawal pelaksanaan proses politik yang adil agar dapat secara efektif berperan sebagai agen perubahan dan mengarahkan demokrasi ke arah yang lebih baik.
Kaum milenial dapat meningkatkan keterlibatan mereka dalam politik dengan menjadi lebih aktif sebagai organisator, peserta kegiatan, dan pengawas proses politik.
Individu yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum dikenal sebagai pemilih milenial. Pemilih yang mendapat hak awal untuk mengikuti pesta demokrasi harus berusia sekurang-kurangnya 17 tahun dan jika sudah menikah harus mematuhi semua aturan yang dipersyaratkan (UU, 2003).
Hak untuk memilih dalam pemilihan umum diberikan kepada warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun atau lebih dan telah menikah atau pernah menikah. Pemilihan untuk kantor daerah dan legislatif biasanya tunduk pada ketentuan ini.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang menjabat sebagai Badan Eksekutif, bersamaan dengan pemilihan legislator, berlangsung serentak kemarin untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia. Jika dihitung, generasi yang lahir antara tahun 1998 dan 2002 adalah yang pertama kali mencoblos dalam pemilu terakhir.
Generasi milenial tidak diragukan lagi memenuhi syarat untuk melakukan tugas pengawasan partisipatif karena mereka terbiasa dengan perkembangan teknologi informasi saat ini.
Peningkatan partisipasi masyarakat diperlukan untuk menjaga pesta demokrasi ini selama lima tahun ke depan, terutama di kalangan anak muda. Banyak aspek di tahap awal pemilu yang krusial untuk diperhatikan. Misalnya ketika data pemilih sedang diperbarui.
Pengawas sekarang harus berhati-hati untuk memastikan bahwa nama orang yang memenuhi kriteria untuk memilih terdaftar sebagai pemilih. Tahap nominasi adalah tahap berikutnya, di mana supervisor diharuskan memastikan bahwa profil kandidat yang mencalonkan diri sudah sesuai. Selanjutnya adalah fase kampanye, di manamateri kampanye peserta pemilu membutuhkan pengawasan publik secara langsung.
Tahap akhir yang akan menentukan hasil dikenal dengan pemungutan suara, penghitungan, dan rekapitulasi suara. Mengingat banyaknya TPS di Indonesia, penting bagi anak muda untuk mencoblos sekaligus menjadi pengawas pemilu. Jika laporan dari masyarakat umum atau hasil dari pengawasan partisipatif diterima pada tahap manapun, Bawaslu akan menanggapinya sesuai dengan ketentuan hukum yang relevan.
Bagi kaum milenial, bukanlah keputusan yang bijaksana untuk hanya mengandalkan fungsi dan efektivitas lembaga negara (KPU dan Bawaslu) sambil pasif menyaksikan bagaimana proses pemilu 2024 berjalan. Waktunya telah tiba bagi kaum milenial untuk mulai mengubah gerakan moral (moral force) menjadi gerakan sosial (social movement). Perorangan warga, organisasi kemasyarakatan pemuda, kelompok sosial, bahkan kelompok korporasi hanyalahbeberapa contoh dari divisi kepemudaan yang harus berkolaborasi dan bekerja sama mengawal proses pemilu 2024 selain sekadar hadir untuk mencoblos di TPS nanti.
Namun, mereka juga ikut memantau proses pemilu dengan bekerja sebagai relawan untuk organisasi seperti Koalisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) dan kelompok pemantau pemilu lainnya, yang telah diakui oleh Bawaslu untuk melipatgandakan jumlah kaum milenial yang mengorganisir diri dan berpartisipasi dalam kegiatan pemantauan partisipatif di masa mendatang. Pada akhirnya, besarnya jumlah pemilih muda pada pemilu 2024 diharapkan segera berkorelasi dengan tumbuhnya tanggung jawab dan pemahaman pemuda terhadap partisipasi aktif dalam pemilu.
Sebab, keberhasilan penyelenggaraan pemilu 2024 akan bergantung pada kerja sama semua pihak, khususnya kaum milenial, dalam memantau pemilu.
Kaum milenial dapat berpartisipasi dalam proses pemilu dengan membuat keputusan berdasarkan informasi dengan menyadari topik yang dipertaruhkan dalam pemilu dan hak mereka untuk memilih. Pemuda dapat berperan sebagai penyelenggara pemilu di tingkat daerah, desa, dan kelurahan.Dari pusat hingga provinsi, anak muda bisa langsung berkontribusi dengan mencalonkan diri.
Melalui ini, kaum milenial akan memiliki kesempatan untuk mempengaruhi politik dan memajukan tujuan-tujuan penting. bergabung dengan tim pemenangan bagi calon yang mencalonkan diri untuk jabatan legislatif atau eksekutif. Dengan bergabung dalam tim pemenangan, generasi milenial akan belajar tentang dinamika politik dan elektoral, yang nantinya akan berguna bagi proses pembangunan demokrasi.
Dapat disimpulkan bahwa anak remaja dan mahasiswa harus diikutsertakan dalam partisipasi pemilhan umum, agar anak remaja zaman sekarang mengerti dan memahami apa itu pemilu dan manfaatnya serta dampak dari tidak ikut melakukan pemilu, serta meraka juga dapat mengawal kegiatan pemilu, baik dari pendataan, pemilihan dan hasil pemungutan suara.(***)